CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

welcome

Senin, 19 Oktober 2015

PENGENALAN FISALFAT

a) Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat juga adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguhFilsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Secara sederhana Filsafat adalah sikap bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu. filsafat adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka: terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali.

b) Ilmu Pengetahuan Sebagai Sketsa Umum Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu
Filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.  Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafatmencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis
Filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendidikan, kebudayaan, moral sosiasl, dan politik.
         Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.

c) Fenomenologi Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan
          Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Secara epistemologi dalam gejala terbentuknya pengetahuan manusia itu, yaitu antara kutub si pengenal dan kutub yang dikenal, atau antara subyek dan obyek.
Walaupun secara tegas keduanya berbeda, akan tetapi untuk membentuk sebuah pengetahuan keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan keduanya wajib ada karena merupakan suatu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia.
Dalam hal ini pengetahuan dan ilmu pengetahuan, subyek adalah manusia dengan akal budinya, sedangkan obyek adalah kenyataan yang diamati dan dialami di alam semesta ini. Suatu kenyataan bahwa supaya ada pengetahuan, subyek harus terarah kepada obyek, dan sebaliknya obyek harus terbuka dan terarah kepada subyek.
Pengetahuan adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Maka tanpa ingin meremehkan peran penting dari obyek pengetahuan, manusia sebagai subyek pengetahuan memegang peranan penting. Keterarahan manusia terhadap obyek jadinya merupakan faktor yang sangat menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia.
Pengetahuan terwujud kalau manusia sendiri adalah bagian dari obyek. Dari realitas alam semesta ini, berkat unsure jasmaniyah, manusia mampu menangkap obyek yang ada di sekitarnya karena tubuh jasmani manusia adalah bagian dari realitas alam semesta ini, serta dengan bantuan jiwa dan akal budinya, manusia mampu mengangkat pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain serta bersifat temporal, konkrit, jasmani-inderawi tadi ke tingka abstrak dan karena itu universal.
Pengetahuan manusia tidak hanya berkaitan dengan obyek konkrit, khusus yang dikenalnya melalui pengamatan inderawinya, melainkan juga melalui itu dimungkinkan untuk sampai pada pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain secara teoritis dapat dijangkau oleh akal budi manusia.
Pengetahuan manusia yang bersifat umum dan universal itulah memungkinkan untuk dirumuskan dan dikomunikasikan dalam bahasa yang bersifat umum dan universal untuk bias dipahami oleh siapa saja dari waktu dan tempat mana saja.
Berkat refleksi ini pula pengetahuan yang semula bersifat langsung dan spontan, kemudian diatur dan dilakukan secara sistematis sedemikian rupa, sehingga isinya dapat dipertanggungjawabkan, atau dapat pula dikritik dan dibela, maka lahirlah apa yang kita kenal sebagai Ilmu Pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan muncul karena apa yang sudah diketahui secara spontan dan langsung tadi, disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang bersifat baku.

d)  Filsafat Pengetahuan Dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
       Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah di bakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian, pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui manusia tanpa perlu berarti telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga, mencakup praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum di bakukan secara sistematis dan metodis.
       Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
       Sebelum munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Melalui cerita-cerita dongeng, manusia berupaya menjelaskan secara masuk akal (reasonable) makna berbagai peristiwa dan keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui mitos-mitos itu manusia lalu memahami pada tingkat yang sangat sederhana, misalnya, dari mana asal usul bumi ini, dari mana munculnya manusia, bagaimana terjadinya gempa, guntur, kilat, dan seterusnya. Dengan pemahaman yang sangat sederhana itu, mereka dapat menata kehidupannya secara lebih baik.
       Melalui ilmu pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan secara lain dalam kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan klebih biasa dibuktikan dengan berbagai perangkat metodis yang berkembang kemudian sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

e) Fokus Filsafat Ilmu Pengetahuan
       Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Tanpa imajinasi dan logika dari seorang kopernikus, suatu gagasan besar tentang heliosentrisme tidak akan muncul. Begiti juga halnya jika kita berbicara tentang ilmuan-ilmuan lain. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah metode-metode yang logis karena ilmu pengetahuan mempraktekan logika. Namun selain logika temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akan budi manusia yang terbuka pada realitis. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut imajinasi. Maka logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja ilmu pengetahuan.
       Tak pernah ada imajinasi tanpa logika dalam ilmu pengetahuan. Keduannya akan berjalan bersamaan. Namun pendekatan pertama tidaklah cukup. Ilmu pengetahuan telah berkembang sebagai bagian dari hidup kita sebagai manusia dalam masyarakat. Dengan alasan itu, filsafat ilmu pengetahuan pelu mengarahkan diri selain kepada pembicaraan tentang masalah metode ilmu pengetahuan juga harus berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Implikasi sosial dan etis dari ilmu pengetahuan akan dibicarakan dalam konteks ini. Topik yang dibicarakan disini antara lain adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan life-world, antara ilmu pengetahuan dan politik, bagaimana harus membangun ilmu pengetahuan dalam masyarakat.

f) Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Pengetahuan
         Dengan mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja ilmu pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi kerjanya kelak di kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi, ataupun sebagai manajer karena pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya memecahkan masalah tertentu. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional, tuntas, dan memuaskan. Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional dalam bidang perkejaannya adalah, pertama-tama, kemampuan untuk melihat masalah: dimana masalahnya, seberapa besar masalahnya, apa dampaknya, dan bagaimana mengatasinya. Ini sangat dibutuhkan dalam bidang pekerjaannya. Sesungguhnya, inilah yang dipelajari dalam kaitan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Yang terutama di pelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam masing-masing ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing, sedangkan filsafat ilmu pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat masalah, mampu melihat sebabnya, apa akibatnya, dan apa solusinya.
          Ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan juga pragmatis. Dalam pengertian, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa ingin tahu manusia. Melainkan juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam hidupnya. Salah satu persoalan aktual yang dihadapi kita dalam konteks Indonesia sekarang ini adalah problem modernisasi. Problem modernisasi adalah bagaimana memecahkan masalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, maupun penyakit dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ternyata, ilmu pengetahuan dan teknologi, terlepas dari akibat negatifnya yang pernah dialami manusia, sekurang-kurangnya hingga sekarang membantu mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan kesejahteraannya, melalui apa yang kita kenal sebagai proses modernisasi.


g) Ruang Lingkup dan Kedudukan Filsafat Manusia
Dibandigkan dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies), filsafat manusia mempunyai kedudukan yang kurang lebih “sejajar”, terutama kalau dilihat dari objek materialnya. Objek material filsafat manusia dan ilmu tentang manusia (seperti sosiologi, antropologi, psikologi) adalah gejala manusia. Baik filsafat manusia maupun ilmu-ilmu tentang manusia, pada dasarnya bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia. Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia, baik merupakan objek kajian filsafat manusia maupun ilmu-ilmu mengenai manusia.
Ditinjau dari objek formal atau metodenya, kedua jenis ilmu tersebut memiliki perbedaan ynag sangat mendasar. Secara umum dapat dikatakan, bahwa setiap cabang ilmu-ilmu mengenai manusia mendasarkan penyelidikannya pada gejala empiris, yang bersifat “objektif” dan bisa diukur, dan gejala itu kemudian diselidiki menggunakan metode yang bersifat observasional atau eksperimental. Dan sebaliknya filsafat manusia tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau jenis gejala apapun tentang manusia sejauh masih bisa dipikirkan, dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional, bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia. Aspek-aspek, dimensi-dimensi, atau nilai-nilai yang bersifat metafisis, spiritual dan universal dari manusia, ynag tidak diobservasi dan diukur melalui metode-metode keilmuan, bisa menjadi bahan kajian terpenting bagi filsafat manusia. Aspek-aspek nilai tersebut merupakan sesuatu yang hendak dipikirkan, dipahami, dan diungkap maknanya oleh filsafat manusia.
Aspek-aspek atau dimensi–dimensi metafisis, spiritual, dan universal hanya bisa diselidiki dengan menggunakan metode yang lebih spesifik, misalnya melalui sintesis dan refleksi. Sintesis dan refleksi bisa dilakuakn sejauh gejalanya masih bisa dipikirkan. Karenanya filsafat manusia pada akhirnya mampu menjelaskan lebih ekstensif (menyeluruh) dan Intensif (mendalam) daripada informasi atau teori yang didapatkan oleh ilimu-ilmu tentang manusia.
Filsafat manusia yang menggunakan metodesintesis dan reflektif, mempunyai ciri-ciri, eksitensi, intensif, dan kritis. Penggunaan metode sintesis pada filsafat manusia, yaitu, mensitesiskan pengalaman dan pengetahuan ke dalam satu visi. Tampak seperti filsafat Bregson tentang “daya penggerak hidup” (elan vital), filsafat Schopenhauer tentang “kehendak” filsafat Hegel tentang “roh” dan sebagainya. Dengan metode sintesis maka tercapailah visi menyeluruh dan rasional tentang hakikat manusia. Metode refleksi merupakan metode yang tidak biasa dipisahkan dari filsafat, termasuk filsafat manusia. Refleksi yang di maksudkan menunjuk pada dua hal:pertama, pada pertanyaan esensi suatu hal, dan yang kedua, pada proses pemahaman diri (self-undrstanding).

h) Sejarah dan Perkembangan Ilmu Humaniora
Setelah pada abad ke-16 Copernicus menemukan teori heliosentris, persepsi manusia tentang alam berubah. Hal itu membawa pula perubahan pandangan tentang manusia. Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan Rene Descartes yang dikenal dengan adagium Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, ia menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya usaha untuk memahami tentang alam raya, tetapi harus pula memahami tentang diri manusia. Masa renaissance dipandang sebagai awal kebangkitan dari tidur panjang akibat dogmatisme agama dengan ciri-ciri utamanya kebebasan, individualistik, rasionalistik, optimistik, dan kreativitas. Besarnya perhatian terhadap peranan manusia dalam ilmu pengetahuan dipertegas kembali pada zaman Aufklarung dengan semboyan Sapere Aude! Beranilah berpikir sendiri.
Pergeseran pandangan yang bercorak antroposentrisme kembali lagi pada kosmosentrisme pada masa sekarang, bahkan secara ekstrim alam dipahami sebagai sesuatu yang terpisah dari manusia. Koento Wibisono berpendapat bahwa Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam tahap theologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap theologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora disusutkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Pada abad ke-20 dnia ilmiah nyaris dikuasai ilmu-ilmu eksak – meminjam istilah Dilthey natuurwissenschaft, sedangkan Geisteswissenschaft harus mengekor pada metode ilmiah yang bercorak positivistik.
Menurut Woodhouse, menegaskan bahwa istilah humaniora yang berasal dari program pendidikan yang dikembangkan Cicero, yang disebutnya humanitas sebagai faktor penting pendidikan untuk menjadi orator yang ideal. Penggunaan istilah humanitas oleh Cicero mengarah pada pertanyaan tentang makna dalam cara lain bahwasanya pengertian umum humanitas berarti kualitas, perasaan, dan peningkatan martabat humaniora dan lebih berfungsi normatif daripada deskriptif. Gellius mengidentikkan humanitas dengan konsep Yunani paideia , yaitu pendidikan (humaniora) yang ditujukan untuk mempersiapkan orang untuk menjadi manusia dan warga negara bebas. Pada zaman Romawi gagasan tersebut dikembangkan menjadi program pendidikan dasariah. Beralih pada zaman Pertengahan pendidikan humaniora berusaha menyatukan konsep paideia dengan kekristenan. Ketika memasuki zaman Renaissance para humanist Italia menghidupkan kembali istilah humanitas, sebagaimana dipakai oleh Cicero, dan menjadi studia humanitatis, yang mencakup gramatika, retorika, puisi, sejarah, dan filsafat. Ketika itu dibedakan antara apa yang dianggap Kekristenan dan apa yang dianggap secara otentik merupakan esensi humaniora. Oleh karena itu kemudian berkembang perbedaan antara studi divinitas dan studi humanitatis.
Pengertian humanitas kemudian berkembang ke dalam dua makna khusus, yaitu pertama mengacu pada perasaan humaniora dan tingkah laku yang mengarah pada hal-hal seperti: kelemahlembutan, penuh pertimbangan, kebajikan. Kedua, tujuan pendidikan liberal sebagaimana yang diformulasikan John Henry Newman dalam gagasan tentang sebuah universitas. Humanitas juga mengacu pada pengembangan intelektual dan pelatihan intelektual atau proses dan tujuan utama pendidikan liberal.. Pendidikan humaniora dianggap mempunyai fungsi pengembangan “humanitas” dalam diri manusia. Meskipun pada zaman Aufklarung humaniora banyak dikritik, tetapi program itu tetap menjadi dasar pendidikan pada abad 18 dan 19. Pada awal abad 19, ditekankan perbedaan antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam. Dilthey membagi ilmu menjadi dua kelompok yakni Natuurwissenschaft dan Geisteswissenschaft. Setelah itu humaniora tidak lagi dipandang sebagai dasar dari program pendidikan, tetapi lebih-lebih dilihat sebagai dimensi fundamental dari dunia pengetahuan manusia.
        Pengertian humanities dewasa ini merupakan sekelompok disiplin pendidikan yang isi dan metodenya dibedakan dari ilmu-ilmu fisik dan biologi, dan juga paling tidak dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial. Kelompok studi humanities meliputi bahasa, sastra, seni, filsafat, sejarah. Disini inti humanitas kadangkala ditentukan sebagai sekolah atau bagian dari sebuah universitas moderen.
Bidang humaniora, khususnya di Indonesia sebagaimana halnya ilmu sosial telah berperan dan menjadi saksi nyata perkembangan fenomenal dari suatu paradigma baru dalam ilmu-ilmu budaya. Paradigma baru ini mencoba memahami secara kritis bagaimana gerak budaya, dan dasar kekuatannya terletak pada karya di balik praktek-praktek budaya. Di Indonesia meskipun unsur-unsur studi budaya telah membuka atau meratakan jalan masuk ke dalam kurikulum beberapa program studi di bidang ilmu humaniora dan ilmu sosial, juga aktivitas berbagai kelompok peneliti independen, namun sebagian besar masih dipahami sebagai sisi luar dari body of knowledge.
Humaniora pada abad ke-20 mengalami perubahan yang mendalam dalam sistem pendidikan di Barat dikarenakan beberapa faktor seperti: proliferasi ilmu-ilmu pengetahuan alam pada abad keduapuluh: perkembangan ilmu pengetahuan menuntut adanya spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan: perkembangan ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) dan ilmu-ilmu sosial yang berbeda dari humaniora atau ilmu-ilmu humaniora.
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhartiannya pada kehidupan manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan. Humaniora berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu objek atas dasar dalili-dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat imajinatif.
Bagi Ignas Kleden yang merujuk pendapat J. Habermas menunjukkan lima ciri ilmu humaniora yang diletakkan dalam kategori hitoris-hermeneutis sebagai berikut. Pertama, jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti. Kedua, ujian terhadap salah benarnya pemahaman tersebut dilakukan melalui interpretasi, interpretasi yang benar akan meningkatkan intersubjektivitas.. Ketiga, pemahaman hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman terjadi apabila tercipta komunikasi antara kedua situasi tersebut. Keempat, komunikasi tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang hendak dipahami oleh pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya sendiri. Kelima, kepentingan yang ada disini adalah kepentingan untuk mempertahankan dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi yang dijamin dan diawasi oleh pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati. Kesimpulannya ilmu humaniora akan menghasilkan interpretrasi-interpretasi yang memungkinkan adanya suatu orientasi bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.

i)  Landasan penelaahan ilmu
  Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut :
1.      Landasan ontologi adalah tentang objek yang ditelaah ilmu 
2.      Landasan  epistemologi  adalah  cara  yang  digunakan  untuk
3.      menkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut.
4.      Landasan  aksiologi  adalah  berhubungan  dengan  penggunaan
5.      ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.  
.Landasan penelaahan ilmu terdiri dari 3 macam,diantaranya adalah :
1.             Ontologi Ilmu
•  Ontologi  terdiri  dari  dua  suku  kata,  yakni ontos dan logos.  Ontos  berarti
sesuatu  yang  terwujud  dan  logos  berarti  ilmu.  Jadi ontologi  dapat  diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.
•  Ontologi  sebagai  cabang  filsafat  yang  membicarakan  tenteng  hakikat benda
bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan.
•  Ontologi  salah  satu  kajian  kefilsafatan  yang  paling  kuno  dan  berasal  dari
yunani.tokoh yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis  dikenal
seperti  salah  satunya  adalah  plato.  Ontologi,  secara  sederhana  dapat
dirumuskan  sebagai  ilmu  yang  mempelajari  realitas  atau  kenyataan  konkret
secara  kritis.dari  teori hakikat  (ontologi)  ini  kemudian  muncullah  beberapa
aliran  dalam  filsafat,  antara  lain  :  filsafat  materialism,filsafat  idealism,filsafat
dualisme,filsafat skeptisisme,dan filsafat agnostisisme

2.             Epistemologi Ilmu
•  Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang  berarti  ilmu.  Jadi  epistemologi  adalah  ilmu  yang  membahas  tantang
pengetahuan  dan  cara  memperolehnya.  Epistemologi  disebut  juga  teori
pengetahuan.
•  Epistemologi  bertalian  dengan  defenisi dan  konsep-konsep  ilmu, ragam  ilmu
yang  bersifat  nisbi  dan  niscaya,dan  relasi  eksak  antara  alim (subjek)  dan
ma’lum (objek). Dengan kata lain, epistemology adalah bagiaan filsafat yang
meneliti  asal  ususl,asumsi  dasar,sifat-sifat,  dan  bagaimana  memperoleh
pengetahuan  menjadi  penentu  penting  dalam  menanyakanapa  yang  dapat
kita ketahui sebelum menjelaskannya.

 3. Aksiologi Ilmu
•  Aksiologi  adalah  cabang  filsafat  yang  membicarakan  tentang  orientasi  atau
nilai  suatu  kehidupan.  Aksiologi  disebut  juga  teori  nilai,  karena  ia  dapat
menjadi sarana  orientasi  manusia  dalam  usaha menjawab  suatu  pertanyaan
yang amat fundamental.
•  Landasan  aksiologi  adalah  berhubugan  dengan  penggunaan  ilmu  tersebut
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.

j)  Sarana Berfikir Ilmiah
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan  empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu  menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : bahasa ilmiah, logika dan matematika, logika dan statistika.
1.     Bahasa Ilmiah
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia), diterakan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat. Bahasa Ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah.
Ciri-ciri Bahasa Ilmiah 
Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif, dan antiseptik.
·       Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman.
·       Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
·       Menurut Kemeny, antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.
·       Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya. Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen menambahkan ciri intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya.
Kelemahan Bahasa
·       Bahasa sangat vital bagi manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah). Bahasa memperjelas cara berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa yang baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis.
·       Kelemahan bahasa dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu :
·       Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
·       Kata-kata mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan eksak.
·       Bahasa sering kali bersifat sirkular (berputar-putar).

2.       Matematika
Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya.
Peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah adalah dapat diperoleh kemampuan-kemampuan meliputi :
·                     Menggunakan algoritma,
·                     Melakukan manipulasi secara matematika,
·                     Mengorganisasikan data,
·                     memanfatkan simbol, tabel, grafik, dan membuatnya,
·                     Mengenal dan menemukan pola,
·                     Menarik kesimpulan,
·                     Membuat kalimat atau model matematika,
·                     Membuat interpretasi bangun geometri,
·                     Memahami pengukuran dan satuanya,
·                     Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel matematika, kalkulator, dan komputer.
Kelebihan dan kekurangan matematika
         Adapun kelebihan matematika adalah Tidak memiliki unsur emotif, Bahasa matematika sangat universal. Adapun kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional artinya bahwa matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.
  
3. Logika
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematik, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam arti luas logika adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang salah. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir. Berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai.
Logika dapat di sistemisasi dalam beberapa golongan:
·  Menurut Kualitas dibagi dua, yakni Logika Naturalis (kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia) dan Logika Artifisialis (logika ilmiah) yang bertugas membantu Logika Naturalis dalam menunjukkan jalan pemikiran agar lebih mudah dicerna, lebih teliti, dan lebih efisien.
·  Menurut Metode dibagi dua yakni Logika Tradisional yakni logika yang mengikuti aristotelian dan Logika Modern
·  Menurut Objek dibagi dua yakni Logika Formal (deduktif dan induktif) dan Logika Material.


Sedang logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum.

HUBUNGAN ANTARA SARANA ILMIAH BAHASA, LOGIKA, MATEMATIKA, DAN STATISTIKA
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.

Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik.  Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari.
Fungsi berfikir ilmiah , sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Dalam hal ini berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.
Selain berfikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir tidak dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi dan berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia, yang melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun, intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota. Tetapi ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.
Uraian mengenai hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasar dari pengetahuan manusia. kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut benar. Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar yaitu:
1.      Sumber pengetahuan
Berfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan  pada perasaan manusia.
2.      Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.