a) Pengertian Filsafat
Filsafat adalah
studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat juga adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Seseorang yang mendalami bidang
falsafah disebut "filsuf".
Secara sederhana Filsafat adalah sikap bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu. filsafat
adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka:
terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali.
b) Ilmu Pengetahuan Sebagai Sketsa Umum Pengantar
Untuk Memahami Filsafat Ilmu
Filsafat mempunyai batasan yang lebih
luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu
sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat
Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi
objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik
tekan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, Ilmu mengkaji
hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafatmencoba
mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan
jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan
jawabannya bersifat mutlak/dogmatis
Filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu
Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat
ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan
pokok filsafat. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai
ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu
dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendidikan, kebudayaan, moral sosiasl,
dan politik.
Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta
garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada
gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa
filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah
ataupun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah
mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran
atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan
tidak pernah akan selesai diterangkan.
c) Fenomenologi Pengetahuan Dan
Ilmu Pengetahuan
Fenomenologi
adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai
sebuah fenomena. Secara epistemologi dalam gejala terbentuknya pengetahuan
manusia itu, yaitu antara kutub si pengenal dan kutub yang dikenal, atau antara
subyek dan obyek.
Walaupun secara tegas keduanya
berbeda, akan tetapi untuk membentuk sebuah pengetahuan keduanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, dan keduanya wajib ada karena merupakan suatu
kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia.
Dalam hal ini
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, subyek adalah manusia dengan akal budinya,
sedangkan obyek adalah kenyataan yang diamati dan dialami di alam semesta ini.
Suatu kenyataan bahwa supaya ada pengetahuan, subyek harus terarah kepada
obyek, dan sebaliknya obyek harus terbuka dan terarah kepada subyek.
Pengetahuan
adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Maka tanpa ingin meremehkan
peran penting dari obyek pengetahuan, manusia sebagai subyek pengetahuan
memegang peranan penting. Keterarahan manusia terhadap obyek jadinya merupakan
faktor yang sangat menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia.
Pengetahuan
terwujud kalau manusia sendiri adalah bagian dari obyek. Dari realitas alam
semesta ini, berkat unsure jasmaniyah, manusia mampu menangkap obyek yang ada
di sekitarnya karena tubuh jasmani manusia adalah bagian dari realitas alam
semesta ini, serta dengan bantuan jiwa dan akal budinya, manusia mampu
mengangkat pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain serta bersifat
temporal, konkrit, jasmani-inderawi tadi ke tingka abstrak dan karena itu
universal.
Pengetahuan manusia tidak
hanya berkaitan dengan obyek konkrit, khusus yang dikenalnya melalui pengamatan
inderawinya, melainkan juga melalui itu dimungkinkan untuk sampai pada
pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain secara teoritis dapat dijangkau
oleh akal budi manusia.
Pengetahuan manusia yang
bersifat umum dan universal itulah memungkinkan untuk dirumuskan dan
dikomunikasikan dalam bahasa yang bersifat umum dan universal untuk bias
dipahami oleh siapa saja dari waktu dan tempat mana saja.
Berkat refleksi
ini pula pengetahuan yang semula bersifat langsung dan spontan, kemudian diatur
dan dilakukan secara sistematis sedemikian rupa, sehingga isinya dapat
dipertanggungjawabkan, atau dapat pula dikritik dan dibela, maka lahirlah apa
yang kita kenal sebagai Ilmu Pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan muncul
karena apa yang sudah diketahui secara spontan dan langsung tadi, disusun dan
diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang bersifat baku.
d) Filsafat Pengetahuan Dan Filsafat Ilmu
Pengetahuan
Pengetahuan
adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki
manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya.
Sedangkan Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang
telah di bakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan
sifatnya, sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan
demikian, pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui manusia tanpa
perlu berarti telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup
penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga,
mencakup praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup
yang belum di bakukan secara sistematis dan metodis.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan
mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
Sebelum munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan
memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos
atau cerita dongeng. Melalui cerita-cerita dongeng, manusia berupaya
menjelaskan secara masuk akal (reasonable) makna berbagai peristiwa dan
keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui mitos-mitos itu manusia lalu
memahami pada tingkat yang sangat sederhana, misalnya, dari mana asal usul bumi
ini, dari mana munculnya manusia, bagaimana terjadinya gempa, guntur, kilat,
dan seterusnya. Dengan pemahaman yang sangat sederhana itu, mereka dapat menata
kehidupannya secara lebih baik.
Melalui ilmu pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan
secara lain dalam kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan
klebih biasa dibuktikan dengan berbagai perangkat metodis yang berkembang
kemudian sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
e) Fokus Filsafat Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Tanpa
imajinasi dan logika dari seorang kopernikus, suatu gagasan besar tentang
heliosentrisme tidak akan muncul. Begiti juga halnya jika kita berbicara
tentang ilmuan-ilmuan lain. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah metode-metode
yang logis karena ilmu pengetahuan mempraktekan logika. Namun selain logika
temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akan budi manusia yang
terbuka pada realitis. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut
imajinasi. Maka logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh
cara kerja ilmu pengetahuan.
Tak pernah ada imajinasi tanpa logika dalam ilmu pengetahuan. Keduannya akan
berjalan bersamaan. Namun pendekatan pertama tidaklah cukup. Ilmu pengetahuan
telah berkembang sebagai bagian dari hidup kita sebagai manusia dalam
masyarakat. Dengan alasan itu, filsafat ilmu pengetahuan pelu mengarahkan diri
selain kepada pembicaraan tentang masalah metode ilmu pengetahuan juga harus
berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Implikasi
sosial dan etis dari ilmu pengetahuan akan dibicarakan dalam konteks ini. Topik
yang dibicarakan disini antara lain adalah hubungan antara ilmu pengetahuan
dengan life-world, antara ilmu pengetahuan dan politik, bagaimana harus
membangun ilmu pengetahuan dalam masyarakat.
f) Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
Pengetahuan
Dengan
mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja
ilmu pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi
kerjanya kelak di kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi,
ataupun sebagai manajer karena pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan
lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya memecahkan masalah tertentu.
Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan berbagai persoalan
yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional,
tuntas, dan memuaskan. Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional dalam
bidang perkejaannya adalah, pertama-tama, kemampuan untuk melihat masalah:
dimana masalahnya, seberapa besar masalahnya, apa dampaknya, dan bagaimana
mengatasinya. Ini sangat dibutuhkan dalam bidang pekerjaannya. Sesungguhnya,
inilah yang dipelajari dalam kaitan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Yang
terutama di pelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam
masing-masing ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing,
sedangkan filsafat ilmu pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat
masalah, mampu melihat sebabnya, apa akibatnya, dan apa solusinya.
Ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan juga pragmatis.
Dalam pengertian, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa
ingin tahu manusia. Melainkan juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam hidupnya. Salah satu persoalan
aktual yang dihadapi kita dalam konteks Indonesia sekarang ini adalah problem
modernisasi. Problem modernisasi adalah bagaimana memecahkan masalah
kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, maupun penyakit dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ternyata, ilmu pengetahuan dan teknologi, terlepas
dari akibat negatifnya yang pernah dialami manusia, sekurang-kurangnya hingga
sekarang membantu mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan
kesejahteraannya, melalui apa yang kita kenal sebagai proses modernisasi.
g) Ruang Lingkup dan Kedudukan
Filsafat Manusia
Dibandigkan
dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies), filsafat manusia mempunyai
kedudukan yang kurang lebih “sejajar”, terutama kalau dilihat dari objek
materialnya. Objek material filsafat manusia dan ilmu tentang manusia (seperti
sosiologi, antropologi, psikologi) adalah gejala manusia. Baik filsafat manusia
maupun ilmu-ilmu tentang manusia, pada dasarnya bertujuan untuk menyelidiki,
menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia.
Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia, baik merupakan objek kajian
filsafat manusia maupun ilmu-ilmu mengenai manusia.
Ditinjau dari
objek formal atau metodenya, kedua jenis ilmu tersebut memiliki perbedaan ynag
sangat mendasar. Secara umum dapat dikatakan, bahwa setiap cabang ilmu-ilmu
mengenai manusia mendasarkan penyelidikannya pada gejala empiris, yang bersifat
“objektif” dan bisa diukur, dan gejala itu kemudian diselidiki menggunakan
metode yang bersifat observasional atau eksperimental. Dan sebaliknya filsafat
manusia tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau jenis gejala
apapun tentang manusia sejauh masih bisa dipikirkan, dan memungkinkan untuk
dipikirkan secara rasional, bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia.
Aspek-aspek, dimensi-dimensi, atau nilai-nilai yang bersifat metafisis,
spiritual dan universal dari manusia, ynag tidak diobservasi dan diukur melalui
metode-metode keilmuan, bisa menjadi bahan kajian terpenting bagi filsafat
manusia. Aspek-aspek nilai tersebut merupakan sesuatu yang hendak dipikirkan,
dipahami, dan diungkap maknanya oleh filsafat manusia.
Aspek-aspek atau
dimensi–dimensi metafisis, spiritual, dan universal hanya bisa diselidiki
dengan menggunakan metode yang lebih spesifik, misalnya melalui sintesis dan
refleksi. Sintesis dan refleksi bisa dilakuakn sejauh gejalanya masih bisa
dipikirkan. Karenanya filsafat manusia pada akhirnya mampu menjelaskan lebih
ekstensif (menyeluruh) dan Intensif (mendalam) daripada informasi atau teori
yang didapatkan oleh ilimu-ilmu tentang manusia.
Filsafat manusia
yang menggunakan metodesintesis dan reflektif, mempunyai ciri-ciri, eksitensi,
intensif, dan kritis. Penggunaan metode sintesis pada filsafat manusia, yaitu,
mensitesiskan pengalaman dan pengetahuan ke dalam satu visi. Tampak seperti
filsafat Bregson tentang “daya penggerak hidup” (elan vital), filsafat
Schopenhauer tentang “kehendak” filsafat Hegel tentang “roh” dan sebagainya.
Dengan metode sintesis maka tercapailah visi menyeluruh dan rasional tentang
hakikat manusia. Metode refleksi merupakan metode yang tidak biasa dipisahkan
dari filsafat, termasuk filsafat manusia. Refleksi yang di maksudkan menunjuk
pada dua hal:pertama, pada pertanyaan esensi suatu hal, dan yang kedua, pada
proses pemahaman diri (self-undrstanding).
h) Sejarah dan Perkembangan Ilmu Humaniora
Setelah pada
abad ke-16 Copernicus menemukan teori heliosentris, persepsi manusia tentang
alam berubah. Hal itu membawa pula perubahan pandangan tentang manusia. Dalam
kurun waktu yang hampir bersamaan Rene Descartes yang dikenal dengan adagium
Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, ia menegaskan bahwa ilmu
pengetahuan tidak hanya usaha untuk memahami tentang alam raya, tetapi harus
pula memahami tentang diri manusia. Masa renaissance dipandang sebagai awal
kebangkitan dari tidur panjang akibat dogmatisme agama dengan ciri-ciri
utamanya kebebasan, individualistik, rasionalistik, optimistik, dan kreativitas.
Besarnya perhatian terhadap peranan manusia dalam ilmu pengetahuan dipertegas
kembali pada zaman Aufklarung dengan semboyan Sapere Aude! Beranilah berpikir
sendiri.
Pergeseran
pandangan yang bercorak antroposentrisme kembali lagi pada kosmosentrisme pada masa
sekarang, bahkan secara ekstrim alam dipahami sebagai sesuatu yang terpisah
dari manusia. Koento Wibisono berpendapat bahwa Positivisme Auguste Comte
mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam
tahap theologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap theologis pemikiran
manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia
dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah
dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek
humaniora disusutkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak,
terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan
ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Pada abad ke-20 dnia
ilmiah nyaris dikuasai ilmu-ilmu eksak – meminjam istilah Dilthey
natuurwissenschaft, sedangkan Geisteswissenschaft harus mengekor pada metode
ilmiah yang bercorak positivistik.
Menurut
Woodhouse, menegaskan bahwa istilah humaniora yang berasal dari program pendidikan
yang dikembangkan Cicero, yang disebutnya humanitas sebagai faktor penting
pendidikan untuk menjadi orator yang ideal. Penggunaan istilah humanitas oleh
Cicero mengarah pada pertanyaan tentang makna dalam cara lain bahwasanya
pengertian umum humanitas berarti kualitas, perasaan, dan peningkatan martabat
humaniora dan lebih berfungsi normatif daripada deskriptif. Gellius
mengidentikkan humanitas dengan konsep Yunani paideia , yaitu pendidikan
(humaniora) yang ditujukan untuk mempersiapkan orang untuk menjadi manusia dan
warga negara bebas. Pada zaman Romawi gagasan tersebut dikembangkan menjadi
program pendidikan dasariah. Beralih pada zaman Pertengahan pendidikan
humaniora berusaha menyatukan konsep paideia dengan kekristenan. Ketika
memasuki zaman Renaissance para humanist Italia menghidupkan kembali istilah
humanitas, sebagaimana dipakai oleh Cicero, dan menjadi studia humanitatis,
yang mencakup gramatika, retorika, puisi, sejarah, dan filsafat. Ketika itu
dibedakan antara apa yang dianggap Kekristenan dan apa yang dianggap secara
otentik merupakan esensi humaniora. Oleh karena itu kemudian berkembang
perbedaan antara studi divinitas dan studi humanitatis.
Pengertian
humanitas kemudian berkembang ke dalam dua makna khusus, yaitu pertama mengacu
pada perasaan humaniora dan tingkah laku yang mengarah pada hal-hal seperti:
kelemahlembutan, penuh pertimbangan, kebajikan. Kedua, tujuan pendidikan
liberal sebagaimana yang diformulasikan John Henry Newman dalam gagasan tentang
sebuah universitas. Humanitas juga mengacu pada pengembangan intelektual dan
pelatihan intelektual atau proses dan tujuan utama pendidikan liberal..
Pendidikan humaniora dianggap mempunyai fungsi pengembangan “humanitas” dalam
diri manusia. Meskipun pada zaman Aufklarung humaniora banyak dikritik, tetapi
program itu tetap menjadi dasar pendidikan pada abad 18 dan 19. Pada awal abad
19, ditekankan perbedaan antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam. Dilthey
membagi ilmu menjadi dua kelompok yakni Natuurwissenschaft dan Geisteswissenschaft.
Setelah itu humaniora tidak lagi dipandang sebagai dasar dari program
pendidikan, tetapi lebih-lebih dilihat sebagai dimensi fundamental dari dunia
pengetahuan manusia.
Pengertian humanities dewasa ini merupakan sekelompok disiplin pendidikan yang
isi dan metodenya dibedakan dari ilmu-ilmu fisik dan biologi, dan juga paling
tidak dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial. Kelompok studi humanities meliputi
bahasa, sastra, seni, filsafat, sejarah. Disini inti humanitas kadangkala
ditentukan sebagai sekolah atau bagian dari sebuah universitas moderen.
Bidang humaniora, khususnya di
Indonesia sebagaimana halnya ilmu sosial telah berperan dan menjadi saksi nyata
perkembangan fenomenal dari suatu paradigma baru dalam ilmu-ilmu budaya.
Paradigma baru ini mencoba memahami secara kritis bagaimana gerak budaya, dan
dasar kekuatannya terletak pada karya di balik praktek-praktek budaya. Di
Indonesia meskipun unsur-unsur studi budaya telah membuka atau meratakan jalan
masuk ke dalam kurikulum beberapa program studi di bidang ilmu humaniora dan
ilmu sosial, juga aktivitas berbagai kelompok peneliti independen, namun
sebagian besar masih dipahami sebagai sisi luar dari body of knowledge.
Humaniora pada
abad ke-20 mengalami perubahan yang mendalam dalam sistem pendidikan di Barat
dikarenakan beberapa faktor seperti: proliferasi ilmu-ilmu pengetahuan alam
pada abad keduapuluh: perkembangan ilmu pengetahuan menuntut adanya
spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan: perkembangan ilmu-ilmu
perilaku (behavioral sciences) dan ilmu-ilmu sosial yang berbeda dari humaniora
atau ilmu-ilmu humaniora.
Humaniora
merupakan studi yang memusatkan perhartiannya pada kehidupan manusia,
menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan. Humaniora
berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang
humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu
objek atas dasar dalili-dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat
imajinatif.
Bagi Ignas
Kleden yang merujuk pendapat J. Habermas menunjukkan lima ciri ilmu humaniora
yang diletakkan dalam kategori hitoris-hermeneutis sebagai berikut. Pertama,
jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti. Kedua, ujian terhadap
salah benarnya pemahaman tersebut dilakukan melalui interpretasi, interpretasi
yang benar akan meningkatkan intersubjektivitas.. Ketiga, pemahaman hermeneutis
selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman terjadi
apabila tercipta komunikasi antara kedua situasi tersebut. Keempat, komunikasi
tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang hendak dipahami oleh
pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya sendiri. Kelima,
kepentingan yang ada disini adalah kepentingan untuk mempertahankan dan
memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi yang dijamin dan diawasi oleh
pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati. Kesimpulannya ilmu
humaniora akan menghasilkan interpretrasi-interpretasi yang memungkinkan adanya
suatu orientasi bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.
i) Landasan penelaahan ilmu
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut
:
1. Landasan ontologi adalah tentang objek yang ditelaah ilmu
2. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk
3. menkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut.
4. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan
5. ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
.Landasan penelaahan ilmu
terdiri dari 3 macam,diantaranya adalah :
1.
Ontologi Ilmu
• Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni
ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang terwujud dan logos berarti ilmu. Jadi
ontologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.
• Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan tenteng hakikat benda
bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan.
• Ontologi salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
yunani.tokoh yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti salah satunya adalah plato. Ontologi, secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret
secara kritis.dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa
aliran dalam filsafat, antara lain : filsafat materialism,filsafat idealism,filsafat
dualisme,filsafat skeptisisme,dan filsafat agnostisisme
2.
Epistemologi Ilmu
• Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti
pengetahuan dan logos
yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tantang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori
pengetahuan.
• Epistemologi bertalian dengan defenisi
dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu
yang bersifat nisbi dan niscaya,dan relasi eksak antara alim
(subjek) dan
ma’lum (objek). Dengan kata lain, epistemology adalah bagiaan filsafat yang
meneliti asal ususl,asumsi dasar,sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menanyakanapa yang dapat
kita ketahui sebelum menjelaskannya.
3. Aksiologi Ilmu
• Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau
nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat
menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha
menjawab suatu pertanyaan
yang amat fundamental.
• Landasan aksiologi adalah berhubugan dengan penggunaan ilmu tersebut
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
j) Sarana Berfikir Ilmiah
Berfikir ilmiah
adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan
empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan.
Sarana berfikir
ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang
harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan
dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya
sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Sarana berfikir
ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : bahasa ilmiah, logika dan matematika,
logika dan statistika.
1. Bahasa Ilmiah
Bahasa merupakan
alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.
Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai
serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam KBBI(Kamus
Besar Bahasa Indonesia), diterakan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan bunyi,
lambang, sistematika, komunikasi, dan alat. Bahasa Ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh
proses berfikir ilmiah.
Ciri-ciri Bahasa
Ilmiah
Bahasa ilmiah memiliki
ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif, dan
antiseptik.
· Informatif
berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi
atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari
kesalahpahaman.
· Reproduktif
adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan
informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
· Menurut Kemeny,
antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur
emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari
unsur informatif.
· Slamet Iman
Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive
language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan
pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya. Beerling,
Kwee, Mooij, Van Peursen menambahkan ciri intersubjektif, yaitu
ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para
pemakainya.
Kelemahan Bahasa
· Bahasa sangat
vital bagi manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah). Bahasa
memperjelas cara berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan
bahasa yang baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis.
· Kelemahan bahasa
dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu :
· Bahasa mempunyai
multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif,
simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan.
Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika
mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
· Kata-kata
mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan eksak.
· Bahasa sering
kali bersifat sirkular (berputar-putar).
2. Matematika
Matematika
memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya
serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan
alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi
melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun
pemecahan masalah. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru
lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga
bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya.
Peranan matematika sebagai
sarana berpikir ilmiah adalah dapat diperoleh kemampuan-kemampuan meliputi :
·
Menggunakan
algoritma,
·
Melakukan
manipulasi secara matematika,
·
Mengorganisasikan
data,
·
memanfatkan
simbol, tabel, grafik, dan membuatnya,
·
Mengenal dan
menemukan pola,
·
Menarik
kesimpulan,
·
Membuat kalimat
atau model matematika,
·
Membuat
interpretasi bangun geometri,
·
Memahami pengukuran
dan satuanya,
·
Menggunakan alat
hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel matematika,
kalkulator, dan komputer.
Kelebihan dan
kekurangan matematika
Adapun kelebihan matematika adalah Tidak memiliki unsur emotif, Bahasa matematika sangat universal. Adapun kelemahan dari matematika adalah
bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional artinya bahwa matematika
penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.
3. Logika
Logika adalah
sarana untuk berpikir sistematik, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam
arti luas logika adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan
secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang salah. Karena
itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai.
Logika dapat di sistemisasi
dalam beberapa golongan:
· Menurut Kualitas dibagi dua, yakni Logika Naturalis
(kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia) dan Logika
Artifisialis (logika ilmiah) yang bertugas membantu Logika Naturalis dalam
menunjukkan jalan pemikiran agar lebih mudah dicerna, lebih teliti, dan lebih
efisien.
· Menurut Metode dibagi dua yakni Logika Tradisional
yakni logika yang mengikuti aristotelian dan Logika Modern
· Menurut Objek dibagi dua yakni Logika Formal (deduktif
dan induktif) dan Logika Material.
Sedang logika
dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari
konsep-konsep yang berlaku umum.
HUBUNGAN ANTARA
SARANA ILMIAH BAHASA, LOGIKA, MATEMATIKA, DAN STATISTIKA
Bahasa merupakan
alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di
mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka
ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk
itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir
deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama
lain.
Tujuan
mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk
menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan
untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan
masalah kita sehari-hari.
Fungsi berfikir
ilmiah , sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah
secara keseluruhan. Dalam hal ini berpikir ilmiah merupakan alat bagi
cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan
metode ilmiah.
Selain berfikir ilmiah,
terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir tidak dapat disebut
sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi dan berfikir
berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia, yang melibatkan
pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun, intuisi tidak
memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak dapat dikategorikan sebagai
kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa tidak tenang dengan
kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota. Tetapi ketika
ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya, sang Ayah
tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada
yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke
tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun proses berfikir
sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut berfikir ilmiah,
karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat
proses analitis terdapat peristiwa ini.
Uraian mengenai
hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada
dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasar dari pengetahuan manusia. kita
membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah. Hanya
saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut benar.
Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki perbedaan dalam dua
faktor mendasar yaitu:
1. Sumber
pengetahuan
Berfikir ilmiah menyandarkan
sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir
non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada
perasaan manusia.
2. Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah mendasarkan
ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan
berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan
pada keyakinan semata.