CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

welcome

Sabtu, 11 Mei 2013

Penyimpangan Sosial - Korupsi

 
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Korupsi bukan hanya di pusat pemerintahan tetapi sekarang sudah merambah ke berbagai kota, bahkan ke desa-desa. Buktinya banyak kepala sekolah yang dituntut mundur oleh warganya karena diindikasikan melakukan penyelewangan dana BLT, raskin, dana BOS, pungutan liar dan sebagainya.
      Apakah korupsi sejak era reformasi semakin meningkat dilakukan masyarakat ?, bila kita amati di berbagai media massa yang melaporkan masalah korupsi, memang di era reformasi seperti sekarang ini intensitas laporan dan persidangan kasus-kasus korupsi semakin meningkat. Tetapi bukan berarti masalah korupsi baru muncul di era sekarang ini saja, tetapi sudah ada sejak era Orde Baru. Cuma bedanya ketika era Orde Baru kasus-kasus korupsi tidak terungkapkan secara murni dan jelas, karena peran media massa ketika itu masih tumpul dan kemampuan masyarakat untuk menyuarakannyapun terbatas.
Maka di alam kemerdekaan seperti sekarang ini muncullah dorongan yang amat kuat di tengah masyarakat kita untuk menaikkan taraf kehidupan dan memperbaiki status sosial; khususnya terdapat di kalangan para pemimpin. Selain pengaruh budaya konsumerisme, lingkungan sosial dan sebagainya mendorong perubahan pola hidup masyarakat di Indonesia. Tambahan pula, sebagai hasil daripada proses pendidikan yang lebih baik di zaman kemerdekaan ini, muncullah aspirasi-aspirasi materil, harapan dan ambisi-ambisi yang kuat untuk mengangkat diri.
      Ketika era pembangunan mulai berlangsung di alam Orde Baru, semakin mendorong keinginan yang kuat dari sebagian besar bangsa Indonesia untuk merubah nasib dengan cara-cara yang radikal. Di tengah gejolak ambisi yang meluap-luap sedemikian itu tidak sedikit tokoh pemimpin yang dihinggapi obsesi untuk cepat menjadi makmur dan lekas menjadi kaya. Dengan segala daya dan upaya orang berlomba menduduki kursi pimpinan, untuk cepat menjadi kaya dan makmur, dengan cara yang paling mudah dan dengan biaya paling murah. Sehingga berkembang pola konsumsi mewah, tingkah laku menyeleweng untuk berkorupsi.
      Korupsi sedemikian ini cepat berkembang, karena masa transisi itu mengandung banyak kelemahan di bidang hukum, sehingga memberikan banyak kesempatan bagi usaha-usaha penyelewengan dan perbuatan illegal. Setiap kesempatan, tiap jabatan dan fungsi formal, dipakai sebagai alat untuk memperkaya diri. Maka penyimpangan situasional berkembang menjadi endemis bahkan cenderung sistematis.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu korupsi?
2.      Termasuk dalam tindak pidanakah korupsi itu?
3.      Apa saja bentuk kasus korupsi?
4.      Apa sajakah unsur-unsur tindak pidana korupsi?
5.      Indikasi yang mendorong tindak korupsi?
6.      Faktor penyebab korupsi khususnya di daerah kota Palembang?
7.      Jenis-jenis korupsi?
8.      Dampak sosial yang dirasakan masyarakat dari tindak pidana korupsi?
9.      Hukuman apa yang menjerat para pelaku korupsi?
10.  Apakah hukuman yang diberikan sudah optimal dan menimbulkan efek jera pada para pelaku korupsi?
11.  Berapa banyak kasus korupsi yang telah ditangani di kota Palembang dalam satu tahun terakhir?
12.  Salah satu contoh kasus korupsi yang paling besar satu tahun terakhir?

1.3  Tujuan Penelitian
Untuk mengehtahui berbagai hal mengenai penyimpangan sosial korupsi yang terjadi dikalangan masyarakat kota Palembang.

1.4  Manfaat penelitian
Memahami dan mengerti berbagai hal mengenai penyimpangan sosial korupsi yang terjadi dikalangan masyarakat kota Palembang
  


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Narasumber
     Teori yang digunakan adalah teori narasumber yaitu keterangan yang diberikan narasumber yang merupakan seorang jaksa muda di pengadilan negeri kota Palembang yang bernama Ali Akmal S.H

2.2  Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
      Adapun perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang Pemberantasan Korupsi adalah sebagai berikut:
1.      Pancasila Kelima yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
2.      Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
3.      Undang-Undang RI
a.       Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
b.      Nomor 28 tahun 1999 tentang Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
c.       Nomor 71 tahun 2000 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahu 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta masyarakat dan Pemberian Penghargaan dan Pemberantasan Korupsi.





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Pengadilan Negeri, jakabaring, Palembang.
2.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Februari 2013
3.2 Teknik Pengumpulan Data
1. Metode wawancara
      Metode wawancara dipergunakan sebagai teknik pengumpulan data saat penelitian. Metode  ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber dan merekam jawaban yang diberikan.
2.Metode Kepustakaan
Metode yang dipakai untuk menambah refrensi sehingga dapat membantu penulis untuk melakukan penelitian. Kepustakaan diambil dari Buku dan Internet (Website).




BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1  Korupsi

        Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
        Korupsi merupakan kasus tindak pidana yang sering kali terjadi dikalangan masyarakat. Kasus korupsi merupakan perbuatan yang merugikan banyak orang. Kasus tindak pidana korupsi terdiri dari bentuk ringan dan berat. Bentuk ringan berupa penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan. Sedangkan korupsi berat merupakan perbuatan yang diresmikan untuk mengambil kekayaan pribadi dengan mengambil harta negara.
        Unsur-unsur kasus korupsi adalah
1. Melanggar hukum yang berlaku.
2. Penyalahgunaan wewenang.
3. Merugikan Negara
4. Memperkaya pribadi/diri sendiri.
Terdapat beberapa indikasi yang mendorong tindak korupsi yaitu:
-          Kurangnya pengawasan
-          kelemahan pengajaran agama dan etika
-          kurangnya pendidikan
-          adanya banyak kemiskinan
-          tidak adanya tindakan hukum yang tegas
-          kelangkaan lingkungan kerja yang kondusif untuk anti korupsi
Faktor-faktor korupsi
-          pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
-          penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri
        Ditinjau dari jenisnya banyak sekali kasus korupsi mulai dari yang skala kecil hingga yang skala besar. Contoh skala kecil penaiakan harga data pengeluaran yang  gelap tidak resmi bertujuan untuk mengelabui pembukuan pada suatu perusahaan. Contoh skala besar yaitu yaitu penerimaan suap seorang jaksa untuk meringankan hukuman bagi tersangka, penggelapan sejumlah dana negara, menerima suap untuk posisi atau jabatan yang diingankan dalam pemerintahan.
        Dampak sosialyang dirasakan oleh masyarakat dari korupsi adalah masyarakat tidak menikmati hasil yang optimal dari pembangunan yang seharusnya, karena sebagian dananya telah digelapkan.
        Hukuman yang diberikan bagi para pelaku korupsi itu adalah hukuman pidana yang disesuaikan dengan tingkat dan jenis dari korupsi itu sendiri. Hukuman paling lama untuk para pelaku korupsi adalah 20 tahun penjara. Hukuman yang diberikan pada pelaku korupsi yang terjadi di kota Palembang sudah optimal dan menimbulkan efek jera karena mendapat hukuman sosial dari masyarakat yang berupa cemooh atau dikucilkan. Adapun kasus korupsi yang ditangani pengadilan negeri dalam satu tahunnya mencapai 3 sampai 5 kasus yang didominasi oleh instansi pemerintah. Kasus korupsi yang paling besar satu tahun terakhir adalah kasus korupsi pembangunan jalan di lorong abadi.



BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
      Tindak korupsi itu merupakan tindak pidana yang sangat merugikan bangsa dan negara. Selain itu menjadi hambatan utama pada pembangunan. Salah satu tugas negara ialah mampu menyusun kekuatan riil untuk menanggulangi bahaya dari dalam, salah satunya ialah korupsi.
      Perkembangan sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan yang baru ini memang memberikan banyak celah untuk berlangsungnya tidak korup, terutama korupsi materiil dari kelas-kelas social menengah dan tinggi. Namun jelas bagi kita, bahwa korupsi itu menjadi tanda pengukur bagi:
1.      Tidak adanya perkembangan politik yang efektif
2.      Tidak adanya badan hukum dan sanksi yang mempunyai kekuatan riil
3.       Untuk memberantas korupsi yang sudah berurat berakar dalam sendi-sendi masyarakarat kita, diperlukan adanya partisipasi segenap lapisan rakyat. Tanpa partisipasi dan dukungan mereka,

5.2  Saran
Beberapa saran diungkapkan pakar sosial politik Marliana, antara lain adalah:
1.      Adanya kesadaran rakyat ikut memikul tanggungjawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
2.       Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran serta pengabdian pada bangsa dan negara.
3.      para pemimpin dan pejabat memberikan teladan yang baik dengan mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial.
4.      adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberabtas, dan menghukum tindak korupsi. Tanpa kekuatan riil dan berani bertindak tegas, semua undang-undang, tim, komisi, dan operasi menjadi mubazir.
5.      reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintahan, melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan-jawatan sebawahnya.
6.      adanya sistem penerimaan pegawai berdasarkan prinsip achievement atau keteranpilan teknik. Dan bukan berdasarkan norma ascription. Sehingga memberikan keluasaan bagi berkembangnya nepotisme.
7.      adanya kebutuhan pada pegawai-pegawai negeri yang non politik, demi kelancaran administrasi pemerintah. Ditunjang oleh gaji yang memadai bagi para pegawai, dan ada jaminan masa tua, sehingga bertukarlah kecenderungan untuk melakukan korupsi.
8.      menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur, kompleksitas hierarki administratif harus disertai disiplin kerja yang tinggi.
9.      sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi.
10.  Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok, dengan pengenaan pajak yang tinggi. Kekayaan yang statusnya tidak jelas dan diduga menjadi hasil korupsi, disita oleh Negara.

0 komentar:

Posting Komentar